Pages

Sabtu, 17 Mei 2014

Benda Hitam di Kehidupanku

siang kemarin seorang wartawan datang menemuiku,
aku perhatikan wartawan itu, bertubuh ramping jika tak mau kubilang kurus, rambutnya mencuat keberbagai arah, kumis tipis bertengger di mukanya, berpenampilan simple ala wartawan pada umumnya, hanya menggunakan celana denim coklat, selembar kaus yang dilapisi jaket coklat pula, kakinya beralaskan sepatus kets lusuh, dilehernya tergantung dengan jumawa indentitasnya.

masih terbayang pertanyaan yang dilontarkan wartawan itu kepadaku, yang membuatku risau kini

"Lalu apa motifmu?" tanya wartawan itu

"Motif ?" tanyaku seoalah tak mengerti

‘Kenapa kau melakukan semua ini?’

‘Ini demi Ibuku.’ jawabku, semoga akan segera membungkam mulut wartawan ini

‘Ceritakan tentang ibumu.’ tanya wartawan bernama Adi itu, shit! aku lupa kalau wartawan tamak akan informasi.

‘Tentu aku tidak akan menceritakannya, namun kau pasti akan menggertak dengan ID Card itu lagi, maka kuceritakan seperlunya saja,’ aku berhanti sejenak menghela nafas
'Ibuku, tadinya adalah orang yang suci. Sebelum ia bertemu keparat itu.’

‘Siapa dia?’ tanyanya lagi

‘Entahlah.’

‘Lalu?’

‘Keparat itu adalah seorang pegawai negeri. Jabatannya tinggi. Aku melihatnya pertama kali ketika usiaku 6. Di sekelilingnya kulihat banyak benda hitam. Ia penghancur keluargaku. Ayahku sering bertanya siapa dia dan Ibu hanya menjawab bahwa ia adalah orang yang baik, sering membantunya di kantor. Ayah tak percaya.’

ingatanku melayang membawaku kembali ke masa kecilku, tepatnya keumurku yang ke enam.
ibuku cantik, tinggi semampai
dan dianugrahi keindahan yang mampu membuat wanita lainnya iri.
kulit berwarna roti yang menawan, mata bundar yang indah, bentuk tubuh yang sempurna dibagian yang tepat.

ibu seorang pegawai negeri, sedang ayahku seorang karyawan di Bank swasta.
keluarga kami bahagia, Sempurna.

hingga suatu hari ibu pulang diantarkan oleh teman kantornya,
entah siapa namanya, aku juga tak dapat melihat wajahnya dengan jelas,
karna aku hanya mengintip dari balik korden cendela kamarku.

aku hanya ingat tubuhnya tegap, dan dia membawa sesuatu yang berbeda, yang selalu melayang diatasnya, benda berwarna hitam, yang menguarkan aura menghipnotis.

aku pernah mengintip ibuku berbicara dengannya suatu sore,
ibu terlihat antusias, bersemangat dan tunduk akan kalimat yang diucapkan olehnya, entah apa yang mereka bicarakan.
yang jelas sejak kejadian itu ibu bersikap berbeda,
ibu lebih senang menatap langit daripada bermain denganku.
dan puncaknya suatu hari, ibu memilih pergi dengan pegawai negeri temannya itu, dan tak pernah kembali lagi

ayahku terpukul dengan kejadian itu, ayah depresi, ayah terlihat seakan kehilangan setengah dari nyawanya.
pelan tapi pasti kesehatan ayah menurun, hingga akhirnya ayah pergi meninggalkan aku juga, untuk selamanya.
terbunuh akan rasa cintanya yang begitu besar terhadap ibu.

aku meminta ayah disemayamkan dikebun belakang rumah, agar ayah selalu dekat denganku
aku sudah kehilangan ibu, aku tak mau kehilangan ayah juga. alasanku.

"permis tuan Lintang, ruangan anda sudah saya siapkan" ujar Paimin, satpamku, membawaku kembali kedunia yang nyata

"iya" jawabku singkat

setelah kepergian ayah, paimin yang membesarkanku.
dia orang yang baik, penuh kasih, dan penyabar.

entah apa yang terjadi terhadapku, setelah kedua orang tuaku tiada, aku kehilangan tawaku, ambisiku membekukan hatiku, hanya satu inginku, berkumpul dengan ibu.
aku yakin pegawai keparat itu menyembunyikan ibu, entah dimana

aku berdiri dari tempatku duduk, melangkah menuju kamar gelapku,
aroma bunga kuburan dan kemenyan menenangkan aku setelah memasuki kamar itu.
aku lalu duduk, memposisikan diriku bersila, dan memasuki dunia lain yang kumiliki, dunia dimana aku mengendalikan benda hitam milikku, benda hitam yang sama dengan punya keparat itu.

Benda hitam yanga akan kugunakan melawan keperat itu, meski aku tau, nyawaku menjadi taruhan. aku rela, demi Ibu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar